Asal Kacamata di Eropa | Grosir Kacamata quiksilver

Published on

Di dalam zaman pra sejarah, suah dikenal dengan kelainan presbyopia (mata plus) di kalangan pemburu.

Namun karena tak memahaminya sering kali mereka mencari kesembuhan dari negara supranatural.

Upaya-upaya untuk mengatasi gangguan pengelihatan karena arbusto minus, plus, atau silinder mulai ada sebelum 1 tahun 800 SM seperti dimana dilakukan oleh orang-orang Yunani dimana mereka menggunakan bola kaca yang diisi surroundings dan diletakkan di atas obyek yang akan dilihat.

Kemudian Kaisar Nero, Romawi menggunakan cincin emerland buat membantu memulihkan pengelihatannya.

Pada tahun 1000-an mulai muncul kaca pembesar yang dianggap dengan batu pembaca lalu mulai dikenal di kawasan Eropa.

Batu pembaca berbentuk bola kaca yang diletakkan di atas obyek yang akan dilihat.

Barulah kacamata baca yang sesungguhnya ditemukan oleh pendeta dan ilmuwan Inggris, Roger Bacon pada tahun 1268.

Kemudian di dalam tahun 1275, seorang petualang asal Italia, Marcopolo menjumpai kacamata yang digantungkan pada atas telinga yang digunakan oleh orang-orang China.

Kacamata mulai menjadi simbol kebangsawanan pada tahun 1700 dimana hal ini berawal untuk Raja Philip V selanjutnya permaisuri beserta 500 pengawal wanitanya yang menggunakan kacamata dari kulit penyu.

Sewaktu itu, kacamata pun sebagai mode di kalangan orang-orang menengah atas di Spanyol.

Tahun 1790, kaca memulai digunakan sebagai lensa akhirnya juga mulai ada melimpah disain frame kacamata.

Lensa trifocal untuk melihat dekat, menengah, dan jauh ditemukan oleh John Issac Hawkins pada tahun 1826.

Diambil dari andriewongso. com

Akan tetapi ternyata cerita tentang Penemu Kacamata simpang siur serta banyak yg mengakuinya.

Berikut saya paparkan tentang Rahasia Dibalik Penemu Kaca Matojo.

Rahasia Dibalik Penemu Kacamata.

Kacamata merupakan salah satu penemuan terpenting dalam sejarah kehidupan umat manusia.

Seluruh peradaban mengklaim sebagai penemu kacamata.

Akibatnya, asal-usul kacamata pun cenderung tak benar dari mana dan kapan ditemukan.

Lutfallah Gari, adalah peneliti sejarah sains kemudian teknologi Islam dari Arab Saudi mencoba menelusuri rahasia penemuan kacamata secara mendalam.

Ia mencoba membedah sejumlah sumber asli dan meneliti literatur tambahan.

Investigasi yang dilakukannya itu membuahkan salahsatu titik terang.

Ia menemukan fakta bahwa peradaban Muslim di era keemasan mempunyai peran penting dalam menjumpai alat bantu baca lalu lihat itu.

Lewat tulisannya bertajuk The Invention regarding Spectacles between the Eastern side and the West, Lutfallah mengungkapkan, peradaban Barat selalu mengklaim sebegai penemu kacamata.

Padahal, jauh sebelum rakyat Barat mengenal kacamata, peradaban Islam telah menemukannya.

Berdasarkan dia, dunia Barat suah membuat sejarah penemuan kacamata yang kenyataannya hanyalah seorang mitos dan kebohongan belaka.

”Mereka sengaja membuat sejarah bahwa kacamata itu nampak saat Etnosentrisme, ” engullir Lutfallah.

Menurut dia, sebelum peradaban manusia mengenal kacamata, para ilmuwan tdari beragam peradaban telah menemukan lensa.

Hal itu dibuktikan melalui ditemukannya kaca.

Lensa pula dikenal pada beberapa peradaban seperti Romawi, Yunani, Hellenistik dan Islam.

Berdasarkan jual kacamata oakley bukti yang ada, lensa-lensa di dalam saat itu tidak digunakan untuk magnification (perbesaran), akan tetapi untuk pembakaran.

Caranya akan memusatkan cahaya matahari dalam fokus lensa/titik api lensa.

Oleh karena itu, mereka menyebutnya dengan nama publik “pembakaran kaca/burning mirrors”.

”Hal ini juga tercantum serius beberapa literatur yang dikarang sarjana Muslim pada era peradaban Islam, ” tutur Lutfallah.

Menurut dia, fisikawan Muslim legendaris, Ibnu al-Haitham (965 M-1039 M), dalam karyanya bertajuk Kitab al-Manazir (tentang optik) telah mempelajarai masalah perbesaran benda selanjutnya pembiasan cahaya.

Ibnu al-Haitam mempelajari pembiasan cahaya melewati sebuah permukaan tanpa warna seperti kaca, udara serta air.

“Bentuk-bentuk benda yang terlihat tampak menyimpang semasa terus melihat benda minus warna”.

Ini merupakan gaya permukaan seharusnya benda tanpa warna, ” tutur al-Haitham seperti dikutip Lutfallah.

Inilah salah satu fakta dimana menunjukkan betapa ilmuwan Muslim Arab pada abadke-11 tersebut telah mengenali kekayaan perbesaran gambar melalui permukaan minus warna.

Namun, al-Haitham kaga mengetahui aplikasi yang berarti dalam fenomena ini.

Buah pikir yang dicetuskan Ibnu al-Haitham itu merupakan perkara yang paling pertama pada bidang lensa.

Paling bukan, peradaban Islam telah mengenal dan menemukan lensa lebih awal tiga ratus setahun dibandingkan Masyarakat Eropa.

Berdasarkan Lutfallah, penemuan kacamata serius peradaban Islam terungkap di puisi-puisi karya Ibnu al-Hamdis (1055 M- 1133 M).

Dia menulis sebuah syair yang menggambarkan tentang kacamata.

Syair itu ditulis sekitar200 tahun, sebelum masyarakat Barat menemukan kacamata.

Ibnu al-Hamdis menggambarkan kacamata lewat syairnya antara lain sebagai berikut:

”Benda bening menunjukkan teks dalam sebuah buku untuk mata, benda bening seperti air, tapi benda terkait merupakan batu. Benda itu meninggalkan bekas kebasahan di pipi, basah seperti suatu gambar sungai yang terbentuk dari keringatnya, ” tutur al-Hamdis.

Al-Hamdis melanjutkan, ”Ini seperti seorang yang manusia yang pintar, yang menerjemahkan sebuah sandi-sandi kamera yang sulit diterjemahkan.

Ini jua sebuah pengobatan yang teliti bagi orang tua dalam lemah penglihatannya, dan orang tua menulis kecil di dalam mata mereka. ”

Syair al-Hamids itu telah mematahkan klaim peradaban Barat seperti penemu kacamata pertama.

Di puisi ketiga, penyair Islamic legendaris itu mengatakan, “Benda ini tembus cahaya (kaca) untuk mata dan menunjukkan tulisan dalam buku, namun ini batang tubuhnya terbuat dari batu (rock)”.

Selanjutnya dalam dua puisi, al-Hamids menyebutkan bahwa kacamata yaitu alat pengobatan yang terpilih bagi orang tua dimana menderita cacat/memiliki penglihatan dalam lemah. Dengan menggunakan kacamata, papar al-Hamdis, seseorang akan melihat garis pembesaran.

Pada puisi keempatnya, al-Hamdis ditest menjelaskan dan menggambarkan kacamata sebagai berikut: “Ini jadi meninggalkan tanda di miccion, seperti sebuah sungai”.

Menurut penelitian Lutfallah, penggunaan kacamata mulai meluas di kehidupan Islam pada abad ke-13 M.

Fakta itu terungkap dalam lukisan, buku sejarah, kaligrafi dan syair.

Pada salah satu syairnya, Ahmad al-Attar al-Masri telah menyebutkan kacamata. “Usia tua datang setelah muda, saya pernah mempunyai penglihatan yang kuat, dan sekarang mata aku terbuat dari kaca. ”

Sementara itu, Sejarawan al-Sakhawi, mengungkapkan, tentang seorang kaligrafer Sharaf Ibnu Amir al-Mardini (wafat tahun 1447 M).

“Dia meninggal pada usia melewati 100 tahun; dia pernah memiliki pikiran sehat dan dia melanjutkan menulis tanpa cermin/kaca.

“Sebuah cermin disini rupanya seperti lensa, ” papar al-Sakhawi.

Bukti lain yang mampu membuktikan bahwa peradaban Islam telah lebih dulu menemukan kacamata adalah pencapaian dokter Islamic dalam ophtalmologi, ilmu mengenai mata.

Dalam karanya mengenai ophtalmologi, Julius Hirschberg, menyebutkan, dokter spesialis mata Muslim tak menyebutkan kacamata.

”Namun itu tak berarti bahwa peradaban Islam tak memandang kacamata, ” tegas Lutfallah. desy susilawati

Eropa lalu Penemuan Kacamata

Pada prelado ke-13 M, sarjana English, Roger Bacon (1214 Michael - 1294 M), membuat tentang kaca pembesar lalu menjelaskan bagaimana membesarkan benda menggunakan sepotong kaca.

“Untuk alasan ini, alat-alat indonesia sangat bermanfaat untuk orang-orang tua dan orang-orang dimana memiliki kelamahan pada penglihatan, alat ini disediakan tuk mereka agar bisa mengetahui benda yang kecil, apabila itu cukup diperbesar, ” jelas Roger Bacon.

Lebih kurang sejarawan ilmu pengetahuan menyebutkan Bacon telah mengadopsi ilmu pengetahuannya dari ilmuwan Muslim, Ibnu al-Haitam. Bacon terpengaruh dengan kitab yang ditulis al-Haitham berjudul Kitab al-Manazir Kitab tentang Optik.

Kitab karya al-Haitham itu ternyata telah diterjemahkan ke serius bahasa Latin.



Ide pembesaran dengan bentuk kaca telah dicetuskan jauh sebelumnya dari al-Haitham.

Namun, sayangnya dari beberapa bukti yang nyata, penggunaan kaca pembesar bagi membaca pertama disebutkan di dalam bukunya Bacon.

Julius Hirschberg, sejarawan ophthalmologi (ilmu pengobatan mata), menyebutkan dalam bukunya, bahwa perbesaran batu diawali dengan penemuan kaca pembesar dan barulah kacamata 1 tahun 1300 atau abad ke-13 M.

“Ibnu al-Haitham cuma melakukan penelitian mengenai pembesaran pada abad ke rapid 11 M, ” cetusnya Hirschberg.

Kacamata pertama dituturkan dalam buku pengobatan in Eropa pada abad ke-14 M.

Bernard Gordon, Pedagogo pengobatan di Universitas Montpellier di selatan Perancis, mengatakan di tahun 1305 Meters tentang tetes mata (obat mata) sebagai alternatif buat orang-orang tua yang menggunakan kacamata.

Tahun 1353 M, Guy de Chauliac menyebutkan jenis obat mata lain untuk menyembuhkan matojo, dia mengatakan lebih benar menggunakan kacamata jika obat mata tidak berfungsi.

Selain para ilmuwan di atas, adapula tiga cerita dalam berbeda disebutkan oleh sarjana Italia, Redi (wafat 1 tahun 1697).

Cerita pertama, disebutkan dalam manuskrip Redi 1 tahun 1299 M.

Disebutkan dalam pembukaan bahwa pengarang ialah orang yang sudah tua dan tidak bisa memahami tanpa kacamata, yang ditemukan pada zamannya.

Cerita kedua, juga diceritakan oleh Redi, menunjukkan bahwa kacamata diucapkan dalam sebuah pidato dimana jelas tahun 1305 Meters, dimana pembicara mengatakan bahwa perlatan ini ditemukan lebih cepat dari something like 20 tahun sebelum pidato ini diungkapkan.

Cerita ketiga, menyebutkan bahwa biarawan (the monk) Alexander dari Spina (sebelah timur Itali) belajar teknik menggunakan kacamata. Dia wafat tahun 1313 M.

Hasilnya tiga versi cerita beda tersebut menyebarluas, karena melimpah buku lain yang mengadopsi cerita-cerita yang disebutkan Redi setelah dia wafat.

Namun, beberapa sejarahwan ilmu pendidikan mengatakan bahwa Redi telah membuat cerita bohong selanjutnya mereka tidak percaya.

Terlebih-lebih, dalam buku Julius Hirschberg, juga disebutkan tentang cerita Redi itu, ditulis antara tahun 1899 dan 1918 di Jerman dan banyak informasi yang sudah tua dan banyak yang diperbaharui.

Buku tersebut kemudian diterjemahkan (tanpa revisi) ke pada bahasa Inggris dan dipublikasikan tahun 1985.

Hasilnya, cerita Redi menyebar di English, artikel penelitian itu ditolak kebenaran ceritanya dan ini ditolak Julius Hirschberg.



Dalam beberapa cerita bohong lain jua ditulis oleh seorang jurnalis di pertengahan abad ke 19 M.

Dia mengklaim Roger Bacon merupakan penemu kacamata seperti.

Bahkan ia juga menyebutkan bahwa biarawan (the Monk) Alexander pun telah diajarkan Roger Bread bagaimana menggunakan kacamata.

Berita ini tentu saja akan cepat menyebar.

Kebohongan yang lain juga terlihat pada seorang nisan.

Seorang pengarang menunjukkan bahwa sebuah nisan di kuburan Nasrani yang berposisi di gereja, tertulis seorang kalimat,

“disini beristirahat Florence, penemu kacamata, Tuhan mengampuni dosanya, tahun 1317″.

Masih banyak cerita atau mitos lainnya tentang penemu serta pembuatan kacamata di Eropa.

Semua mengklaim sebagai penemu pertama alat bantu pelajari dan melihat itu.

To be informed of the latest articles, subscribe:
Comment on this post